Selama berlangsung kupatan, barangkali kediaman KH Abdul Fattah Muin di Desa/Kec. Durenan termasuk lokasi yang jadi jujugan para pengunjung. Maklum, di pondok Pesantren Babul Ulum inilah cikal bakal tradisi lebaran ketupat Durenan dikembangkan. Tradisi kupatan ini biasanya digelar pada hari kedelapan bulan Syawal.
Dalam riwayatnya, semula, kupatan Durenan hanya dilakukan ahlul bait Bani Masir atau Mbah Mesir. Namun, belakangan, tradisi ini sudah merambah ke desa-desa lain. Misalnya, Desa Ngadisuko, Kendalrejo, Semarum, Pakis Pandean, Panggungsari, Kamulan fan di seluruh desa di Kecamatan Durenan. ''Perintis lebaran ketupat ini adalah Mbah Mesir ,'' kata Abdul Fattah Muin, salah seorang keturunan Bani Masir.
Mbah Mesir adalah panggilan akrab KH Abdul Masyir, seorang kiai terkenal di Durenan. Beliau merupakan putra kiai Yahudo, Slorok, Pacitan, yang masih keturunan Mangkubuwono III, salah seorang guru Pangeran Diponegoro. Sebagai kiai terkenal, beliau punya hubungan erat dengan kenjeng Bupati Trenggalek saat itu.
Kerena keakrabannya ini, setiap usai shalat 'id, Mbah Mesir selalu diundang Bupati ke pendopo. Di sini, Mbah Mesir biasanya menjalankan puasa Syawal selama enam hari berturut-turut dan setelah itu pulang ke rumahnya di Durenan. ''Saat itulah, biasanya para santri dan warga sekitar berdatangan untuk silaturrahmi lebaran kepada Mbah Mesir,'' kata KH Abdul Fattah Muin.
Sepeninggal Mbah Mesir, tradisi kupatan diteruskan anak cucunya. Hingga sekarang, tradisi kupatan masih terus berlangsung dan bertambah ramai. ''Kupatan lebaran di Durenan ini memang ada riwayatnya. Jadi, warga di sini tak sekedar melakukan kupatan begitu saja,''
0 komentar:
Posting Komentar